Selasa, 26 Mei 2015

CONTOH KASUS CORPORATE PIRACY

Berburu software illegal diperusahaan, Polri BS sita 1,6 Miliyar

Posted on October 10, 2013 by Lila Intama

Mengantisipasi penggunaan software illegal diberbagai perusahaan domestik dan asing, Kepolisian Republik Indonesia dibantu oleh BSA The Software Alliance sepanjang Februari-September 2013 telah melakukan penindakan sebanyak 50 kali.
Dalam razia yang dilakukan di berbagai kota tersebut, Polri dan BSA berhasil menyita barang bukti software illegal bernilai US$ 1,5 Juta atai Rp. 1,6 Milyar.
Penindakan yang dikomando oleh tim Reserse Kriminal dari sejumlah kepolisian tingkat Resort itu dilakukan di Cikarang Utara, Cileungsi, Citeurup, Cilegon, Subang, Purwakarta, dan Bogor di Provinsi Jawa Barat. Selain itu razia juga dilakukan di wilayah Batam Provisi Riau, Denpasar (Bali), Surabaya dan Malang (Jawa Timur), dan DKI Jakarta.
Dalam razia tersebut terungkap bahwa software illegal ternyata sudah meluas diberbagai bidang industry manufaktur dan jasa.
“Perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi antara lain suku cadang otomotif, produk elektronika, tekstil dan garment, insulasi plastic, lampu dan cermin hingga pengelolahan air limbah. Adapula lembaga keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat, restoran cepat saji, percetakan digital, hingga kontrator PLN” Zain Adnan perwakilan BSA di Indonesia.
Sedangkan jenis software yang dibajak antara lain produk Adobe, Autodesk, Microsoft, Siemens Software, Symantec, dan Tekla. Kebanyakan sistem software itu sangat popular seperti sistem operasi windows, dan juga antivirus Symantec, sehingga setiap komputer baru selalu memerlukannya.
Produk buatan Autodesk, Tekla, dan Siemens adalah produk khusus untuk perusahaan manufaktur, sehingga sering dibajak atau di download secara illegal.
Para pengelola perusahaan mengakui, produk illegal sering dipilih karena harganya lebih murah dibandingkan produk aslinya. Harga jual software palsu Rp. 50rb/software dan terkadang beberapa program software digabungkan dalam satu program bajakan. Nterkadang perusahaan akan membeli satu atau beberapa software asli, lalu membuat copy dari software tersebut untuk seluruh jaringan komputernya. Software asli biasanya dijual dengan harga tinggi diatas US$ 100 hingga puluhan ribu dolar.
Namun yang mengherankan, sebagian perusahaan yang dirazia adalah perusahaan yang bersala menengah hingga besar yang mestinya mampu membeli produk asli sesuai dengan harga pasar. Jumlah karyawan garment diperusahaan yang dirazia misalnya, mencapai 8rb orang dengan ratusan komputer yang mengendalikan berbagai produksi mesin besar. Bahkan ada pula perusahaan investasi asing yang memakai software palsu dalam bisnisnya di Indonesia, meskipun perusahaan induk sudah mewajibkan menggunakan software asli dinegara asalnya. Temuan software bajakan diperusahaan yang dirazia mencapai 90%-95%.
“Kondisi ini tidak adil bagi perusahaan produsen software yang telah menginvestasikan dana besar untuk mengembangkan softwarenya. Penghasilan bisnis perusahaan yang dirazia Kepolisian tersebut sangat besar berkat memaki software itu, sehingga semestinya mereka bisa membeli software yang berlisensi asli. Apabila kita melihat kondisi bisnis setempat, praktek semacam ini oleh perusahaan asing juga membunuh persaiangan lokal hanya dengan mengurangi pengeluaran rutin dengan cara illegal” Tambah Zain
Sebagian pengelolah bisnis yang dirazia mengaku kaget dan tidak menyangka bahwa manajer IT-nya tidak menggunakan software berlisensi asli. “mereka bersedia bekerja sama dan kini sedang merundingkan prosedur pembayaran denda maupun penggantian software illegal menjadi software yang asli.”
Berdasarkan undang-undang Hak Cipta, pelanggar yang melaukan instalasi (pemasangan) software illegal tanpa lisensi dari pemegang hak ciptanya kedalam PC atau laptop telah melanggar pasal 72 ayat 1 UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak Rp. 5 Milyar.
Mereka yang terbukti memperbanyak pengguanaan/menggunakan program komputer secara bajakan untuk kepentingan komersial, dalam pasal 72 ayat 3, bisa dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paing banyak Rp.500juta. ancaman hokum pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 5 Milyar dalam pasal 72 bagi mereka yang mengedarkan atau menjual/memperdagangan kepada umum produk pelanggaran hak cipta. (EVA)


Kamis, 21 Mei 2015



Assalamu’alaikum Wr Wb……


Sugeng rawuh kangge rencang-rencang sedoyo ingkang sampun rawuh wonten ing blog kitho, mugi saged maringi manfaat damel kitho sedoyo, Amiinn…. ^_^




Bahasan nu aya dina ieu blog teh nya eta tentang piracy atanapi pembajakan software


^_^  “HAPPY READING”  ^_^

Menurut Kombes Polisi Dharma Pongrekum, Kasubdit Industri dan perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, ada beberapa pasal dalam UU No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku pembajakan software. Berikut isi pokok pasal dan sanksi hukumnya.

1. Pasal 25 ayat (1)
Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah (hukuman penjara 2 tahun atau denda Rp150.000.0000).

2. Pasal 27
Kecuali atas ijin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tdk diperbolehkan dirusak, ditiadakan / dibuat tidak berfungsi (hukuman penjara 2 tahun atau denda Rp150.000.000)

3. Pasal 72 ayat 1
Dengan sengaja & tanpa hak memperbanyak Hak Cipta (hukuman penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp 5 Milyar)

4. Pasal 72 ayat 3
Dengan sengaja & tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer (hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda Rp 500 juta).




Selasa, 19 Mei 2015

Anang Sebut Pembajakan Masuk Kategori Urgensi Nasional

Sabtu, 25 April 2015 , 12:28:00

Anang Sebut Pembajakan Masuk Kategori Urgensi Nasional


JAKARTA - Anggota Komisi X DPR yang juga musisi, Anang Hermansyah menekankan pentingnya pembentukan Kaukus Parlemen Anti Pembajakan dan Penegakan Hak Cipta.
Hal tersebut menurutnya sebagai perwujudan fungsi konstitusional DPR dalam melakukan pengawasan kerja eksekutif dan pelaksanaan Undang-undang 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam berita acara pembentukan Kaukus Parlemen Anti Pembajakan dan Penegakan Hak Cipta tersebut, setidaknya sebanyak 70 anggota DPR yang berasal dari lintas fraksi dan lintas komisi di DPR meneken pembentukan kaukus tersebut.
"Ini maknanya, persoalan pembajakan menjadi urgensi nasional. Harus direspons bersama-sama oleh semua pihak," kata Anang dilansir Rakyat Merdeka Online (Grup JPNN.com), Sabtu (25/4).
Dia menjelaskan, dari perspektif keekonomian, pembajakan telah merugikan potensi pemasukan negara dari berbagai industri baik industri perangkat lunak (software) maupun industri musik.
"Kementerian Perdagangan pada tahun 2013 merilis potensi kerugian di industri musik sekitar Rp 4,5 triliun," beber Anang.
Sedangkan di industri perangkat lunak, Anang mengutip data dari Bussines Software Alliance (BSA) yang menempatkan Indonesia berada di peringkat kedua dunia dengan tingkat pembajakan di angka 86 persen atau setara USD 1,467.
"Angka-angka ini jelas merugikan negara dan pelaku industri," tegas politikus PAN itu.
Anang juga menyampaikan, kerugian serupa juga potensial muncul di industri lainnya seperti industri perbukuan, industri Tekstil dan Produk Tesktil (TPT) dan industri lainnya. Dia mengharapkan pembentukan kaukus itu menjadi embrio dalam kerja konstitsuional kedewanan dengan membentuk panja atau pansus.(wid/rmol/jpnn)

Poster Larangan Jual Software Bajakan Hiasi Harco Mangga Dua

Poster Larangan Jual Software Bajakan Hiasi Harco Mangga Dua
on 13 Mei 2015 at 16:41 WIB



Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah berupaya memberantas pembajakan produk teknologi di pasar komputer Indonesia. Proses awal yang dilakukan pemerintah terkait pemberantasan pembajakan berupa sosialisasi ke pasar tradisional, Mall Harco Mangga Dua, Jakarta.

Langkah ini merupakan wujud konkrit dari penerapan Undang-undang Hak Cipta terbaru yakni UU No. 28 tahun 2014. Sosialisasi yang digelar di pasar komputer ini diinisiasi oleh Masyarakat Indonesia Anti Pembajakan (MIAP) dengan menggandeng Kementerian Hukum dan HAM RI, Polda Metro Jaya, Asosiasi Harco Mangga Dua Computer Center dan Pengelola Mall Harco Mangga Dua.

Sosialisasi yang dilakukan beberapa instansi ini dilakukan dengan menempel berbagai poster berisi peringatan dan larangan menjual maupun pembelian produk bajakan di toko maupun banyak lokasi sekitar mall tempat sentra komputer terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Parlagutan Lubis selaku Direktur Kerjasama dan Promosi Kementerian Hukum dan HAMRI menyatakan pemerintah berupaya menekan angka pembajakan yang dianggap merugikan masyarakat dan negara. Akibat pembajakan negara bisa kehilangan pendapatan berupa pajak dari tiap penjualan software yang seharusnya masuk ke kas negara.

"PDB kita dari industri kreatif itu sekitar Rp 600 triliun tahun lalu. Jumlah ini masih potensial untuk menghasilkan pendapatan lebih besar bagi negara, makanya kita sosialisasikan dulu UU Hak Cipta yang baru agar masyarakat dan pedagang paham pemalsuan itu tindakan melanggar hukum," kata Parlagutan.

Sementara pihak kepolisian mengaku menyambut langkah konkrit yang dilakukan beberapa instansi itu sebagai upaya penegakkan hukum atas pelanggaran aturan di Tanah Air. Mereka siap melakukan penindakan apabila ada laporan terkait pembajakan yang masuk.

"Kita menyambut baik, pihak kepolisian mendukung dan siap bekerjasama menindak pelanggaran pembajakan yang berlangsung secara nasional khususnya di Jakarta," ungkap AKP Alrasyidin Fajri dari Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya sewaktu dijumpai tim Tekno Liputan6.com.

Sekedar informasi, UU No.28 Tahun 2014 memberikan ancaman bagi penjual produk bajakan dengan hukuman penjara dan/atau denda hingga sebesar Rp 1 miliar. Sedangkan pengelola pusat perdagangan yang dianggap lalai dalam mengawasi peredaran produk pembajakan juga akan dikenai denda hingga sebesar Rp 100 juta.



Susahnya Memberantas Pembajakan di Indonesia

Susahnya Memberantas Pembajakan di Indonesia
perangkat lunak paling sering menjadi sasaran pembajakan.
Kamis, 14 Mei 2015 | 00:25 WIB



Komik anti pembajakan software buatan BSA bertajuk  (pakaisoftwareasli.com)

VIVA.co.id - Pembajakan menjadi salah satu kejahatan yang sulit untuk dibasmi, terutama pembajakan perangkat lunak. Bahkan, Indonesia menjadi penyumbang pembajakan perangkat lunak di daftar tertinggi.


Berdasarkan data yang dimiliki oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), setidaknya perangkat lunak menempati peringkat teratas yang paling sering dibajak dengan persentase 33,5 persen. Angka itu paling tinggi dibandingkan pembajakan, seperti kosmetik, obat-obatan, pakaian, barang-barang berbahan kulit, serta makanan dan minuman.

Padahal, aturan soal pembajakan sudah tertuang dengan tegas dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014. Akibat, masih yang melanggar aturan tersebut, Indonesia mengalami kerugian dengan kehilangan potensi pajak tidak langsung dari penjualan perangkat lunak asli.

Untuk itu, agar pembajakan tidak semakin meningkat, MIAP bersama Polda Metro Jaya dan Asosiasi Harco Mangga dua Computer Center (HMCC) melakukan sosialisasi kepada pedagang komputer di Harco Mangga dua, Jakarta Utara, Rabu, 13 Mei 2015.
Dengan sosialisasi tersebut, diharapkan para penjual, khusus di Harco Mangga Dua tidak menjual produk ilegal. Hadirnya UU Hak Cipta No 28 tahun 2014 ini, merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para konsumen Indonesia terhadap berbagai ancaman keamanan dan kerugian, akibat penggunaan produk bajakan, termasuk perangkat lunak.
"Kami memilih Mall Harco Mangga Dua, karena wilayah ini merupakan salah satu penjualan produk elektronik terbesar di Indonesia yang rentan
transaksi produk bajakan," tutur Direktur Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Mujiyono.
Diatur dalam UU itu bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak akan dapat dipidana paling lama empat tahun atau dikenakan denda hingga Rp1 miliar. Jumlah denda ini, meningkat dua kali lipat dari UU Hak Cipta sebelumnya.
Wakil Ketua Asosiasi HMCC, Eddie Liferdian Hasan mengatakan, dulu kala, Harco Mangga Dua dikenal akan produk bajakannya. Meski, saat ini penjualan produk ilegal itu sudah menurun. "Saat ini sekitar 99 persen software sudah asli. Kita juga minta insentif ke perusahaan software. Microsoft kasih pemahaman ke penjual tentang manfaat penjualan software asli hasilnya memang lebih menguntungkan," kata dia.
Direktur Kerja Sama & Promosi Dirjen HKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, Parlagutan Lubis, mengemukakan, kerugian negara akibat pembajakan perangkat lunak ini, bisa ditanggulangi dengan terus sosialisasi manfaat dari perangkat lunak yang asli. Disebutkan, kontribusi karya-karya intelektual termasuk software dapat berkontribusi terhadap PDB negara hingga mencapai Rp600 triliun.
"Nilai itu sebenarnya bisa kita tingkatkan lagi salah satunya ya dengan cara ini (sosialisasi penggunaan software resmi)."